A. Pengertian Niwrtti dan Prawrtti Marga
Niwrtti Marga
ialah suatu jalan atau cara yang utama untuk mewujudkan rasa
bhakti ke
hadapan Sang Hyang Widhi dengan wujud tekun melakukan yoga dan
samadhi.
sedangkan Prawrtti Marga adalah suatu jalan atau cara yang utama untuk
mewujudkan rasa
bhakti ke hadapan Sang Hyang Widhi dengan tekun melakukan
tapa, yajna, dan kirti.
Sesungguhnya
terdapat dua jalan atau cara yang utama bagi umat Hindu untuk
mewujudkan rasa
bhaktinya ke hadapan Sang Hyang Widhi, yaitu melalui jalan
Nirwtti dan
Prawrtti Marga. Di antara kedua jalan atau cara tersebut, masih ada
kebebasan dan
keluwesan bagi tiap umat Hindu untuk memilih dan melaksanakan.
Jalan atau cara
yang mana akan dilaksanakannya, tergantung dari situasi, kondisi dan kemampuan
masing-masing pribadi umat yang bersangkutan.
B. Hidup
Bermasyarakat Berdasarkan Ajaran Niwrtti Marga
Upaya dalam
mewujudkan pelaksanaan Niwrtti Marga, penerapannya dapat
dilaksanakan
melalui “Yoga Marga” dan “samadhi”. Yoga mengajarkan pengendalian diri untuk
mengarahkan pikiran agar dapat bersatu dengan Sang Hyang Widhi. Orang yang
sudah dapat melaksanakan ajaran yoga dengan
sungguh-sungguh disebut yogin. Sudah menjadi suatu kebiasaan bagi
seorang yogi untuk mengendalikan pikiran-pikirannya agar selalu jernih.
Pelaksanaan yoga terdiri dari delapan tahapan, yang disebut “Astāngga yoga”.
Astangga yoga merupakan salah satu dasar untuk melaksanakan ajaran Niwrtti
Marga. Pelaksanaan hendaknya dengan sungguh-sungguh dan penuh disiplin,Tahap
demi tahap.
1. Tahapan
Permulaan adalah Yama.
Kata yama
sebagaimana diuraikan di atas berarti pengendalian diri pada bagian awal. Yama
sebagai tahap pengendalian diri paling awal, terdiri atas
lima bagian yang
sering disebut “Panca Yama”. Bagian-bagian dari “Panca Yama” terdiri dari
beberapa hal seperti di bawah ini:
a. Ahimsa
artinya tidak menyakiti sesama makhluk hidup, atau saling menyayangi
antarsesama.
b. Brahmacari
adalah masa belajar mencari ilmu pengetahuan.
c. Satya artinya
setia, berperilaku jujur dalam kehidupan.
d. Apari artinya
tidak serakah, tidak mementingkan diri sendiri.
e. Asteya
artinya tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengambil hak orang
Sehubungan
“yama” sebagai pengendalian diri tingkat pertama ,dalam kitab
Sarasamuscaya di
sebutkan ada 10 (sepuluh) yama. Kesepuluh pengendalian diri tingkat pertama
tersebut, adalah “Dasa Yama” sebagai berikut:
a. Anrçangsya
artinya tidak mementingkan diri sendiri.
b. Kṡama adalah
tahan akan panas dingin.
c. Satya adalah
tidak berdusta.
d. Ahiṁsa adalah
membahagiakan semua makhluk.
e. Dama yaitu
sabar, dapat menasehati diri sendiri.
f. Arjawa yaitu
tulus hati, berterus terang.
g. Priti adalah
sangat welas asih.
h. Prasada
adalah jernih hati.
i. Madhurya
yaitu manisnya pandangan dan perkataan.
j. Mardawa
adalah lembut hati.
Ajaran “Dasa
Yama “yang terdapat dalam kitab Sarasamuscaya dan “Panca
Yama” baik
digunakan untuk melaksanakan ajaran Niwrtti Marga. Kedua ajaran ini dapat
menuntun dan menumbuhkan budi pekerti luhur masing-masing umat yang
melakukannya.
2. Tahapan Kedua adalah Nyama
Nyama merupakan
disiplin diri tahap kedua setelah “yama” yaitu pengendalian
diri dari dalam
diri (rohani) dalam Astāngga yoga, yang dapat digunakan sebagai
dasar dalam
melaksanakan ajaran Niwrtti Marga. Nyama terdiri dari lima bagian
Masing-masing
bagiannya adalah seperti berikut ini:
a. Çauca artinya suci lahir-batin
b. Santosa artinya kepuasan
c. Tapa artinya pengekangan diri
d. Swadhayaya
artinya belajar
e.
Iswarapranighana artinya bhakti kepada Sang Hyang Widhi.
Dalam kitab
Sarasamuscaya, disebutkan ada sepuluh macam nyama, yang disebut
“Dasa Nyama”.
Adapun bagian-bagian “Dasa Nyama” tersebut terdiri atas hal-hal
berikut:
a. Dana artinya
pemberian makanan dan minuman, dan lain-lainnya.
b. Ijya artinya
pujaan kepada Dewa, leluhur, dan lain-lain pujaan sejenis itu.
c. Tapa artinya
pengekangan hawa nafsu jasmani.
d. Dhyana
artinya merenung memuja Dewa Siwa.
e. Swadhyaya
artinya mempelajari Veda.
f.
Upasthanigraha artinya pengekangan nafsu syahwat.
g. Brata artinya
pengekangan nafsu terhadap makanan.
h. Upawasa
pengekangan diri.
i. Mona artinya
tidak bersuara.
j. Snana artinya
melakukan pemujaan dengan Tri Sandhya.
AjaranDasa Nyama
dan “Panca Nyama” sesuai uraian di atas dapat dipergunakan sebagai dasar
melaksanakan Niwrtti Marga. Kedua ajaran ini patut dimengerti, dipahami dan
diamalkan dalam mewujudkan kesempurnaan rohani.
3. Asana adalah
sikap badan yang sempurna.
Asana sebagai
suatu ajaran dalam Astāngga yoga bertujuan untuk meredam gerak-gerik tubuh,
sehingga pikiran tidak akan diganggu oleh gerakan-gerakan tubuh itu. Dengan
tenangnya badan seseorang dapat mengatur dan mengendalikan jalannya nafas dan
gerakan pikirannya.
Pengendalian
jasmani melalui asana maka tenaga yang kita miliki tidak akan terbuang sia-sia.
Semakin sempurna kita dapat mengendalikan diri, maka kesadaran kita akan
semakin halus, dan ini dapat menghantarkan rohani seseorang menjadi tenang.
4. Pranayama
adalah pengendalian tenaga hidup.
Prana adalah
tenaga hidup. Prana berada pada semua unsur, tetapi dia bukan unsur
itu. Dia bisa
berada di udara, makanan, minuman, cahaya matahari, dan berbagai
benda. Prana
merupakan bagian nafas alam semesta.
Dalam ajaran
yoga, praktiknya pranayama dilakukan denga mengatur jalannya nafas.
Ada tiga bagian
pranayama,yaitu sebagai berikut:
a. Puraka
artinya memasukkan nafas
b. Kumbaka
artinya menahan nafas
c. Recaka
artinya mengeluarkan nafas
Untuk mencapai
tujuan pelaksanaan ajaran yoga pranayama dapat dilaksanakan
secara
berulang-ulang dan terus-menerus sebelum mencapai yoga.
5. Pratyahara
adalah pemusatan pikiran pada Tuhan/Sang Hyang Widhi.
Menarik pikiran
dari objek-objek yang menggelisahkan dan memusatkanya
pada diri
sendiri (Sang Hyang Widhi), inilah disebut dengan pratyahara. Pratyahara
merupakan suatu
proses awal dalam usaha mencapai samadhi.
6. Tahapan
keenam Dharana.
Dharana adalah
usaha mengikatkan pikiran pada satu objek (Sang Hyang Widhi),
agar ia dapat
menetap dan tidak goyah.
7. Dhyana adalah
tahapan ketujuh.
Dhyana adalah
usaha melatih pikiran untuk tetap terpusat pada satu objek di dalam
atau di luar
diri sendiri dan sampai mengalirkan arus kekuatan yang tidak terpecahpecah.
8. Samadhi adalah
tahapan kedelapan (puncak yoga).
Samadhi adalah
terpusatnya pikiran pada dirinya sendiri (Atman/Brahmana). Samadhi dapat
dicapai oleh seseorang, apabila ia telah teguh dengan kekuatan dhyana, sehingga
dapat menolak rangsangan luar dan hanya tetap pada pemusatan pikiran pada Sang
Hyang Widhi. Dharana, dhyana, dan samadhi merupakan tingkatan usaha pemusatan
pikiran sebagai wujud dari yoga yang sejati.
C. Hidup
Bermasyarakat Berdasarkan Ajaran Prawrtti Marga
Prawrtti Marga
adalah cara atau jalan yang utama untuk mewujudkan rasa bhakti
ke hadapan Sang
Hyang Widhi, dengan tekun melaksanakan tapa, yajna, dan kirti.
Masing-masing
bagian pelaksanaan ajaran Prawrtti tersebut di atas dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Tapa
Kata “tapa”
berarti pengendalian diri untuk memuja Sang Hyang Widhi. Setiap
umat Hindu
memiliki kewajiban untuk melakukan pengendalian diri, dengan tujuan
menghubungkan diri ke hadapan Sang Hyang Widhi. Pengendalian diri (tapa) itu
sangat perlu dilaksanakan secara tekun dan teratur. Pelaksanaan tapa dapat
dilakukan dengan mengikuti ajaran yama dan nyama.
Kitab Yoga Sutra
Patanjali menyebutkan ajaran yama dan niyama, masing-masing
terdiri atas 5
bagian yang disebut dengan nama “Panca Yama” dan “Panca Nyama”.
Sebagai makhluk
Tuhan manusia hendaknya dapat kembali kepada-Nya dengan cara
tekun dan
kesungguhan hati melaksanakan tapa melalui pelaksanaan ajaran Panca
Yama dan Nyama.
Tapa merupakan salah satu cara untuk menyucikan jiwa/roh yang
ada dalam diri
kita. Maha Resi Patanjali mengatakan bahwa citta atau alam pikiran manusia
dibangun oleh manah (bagian alam pikiran yang bersifat penerima kesan) budhi
(bagian alam pikiran yang bersifat menganalisa), dan ahamkara ( rasa aku/rasa
ego).
Ajaran tapa
dengan yama dan nyama dapat mengantar pikiran manusia menuju
sattwam. Dan
sattwam beserta dengan tapa dapat mengendalikan Guna Rajas dan
Tamas. Bila ini
dapat dan mau dilaksanakan maka manusia yang bersangkutan dapat
dinyatakan
bijaksana serta berhasil dalam “tapa”. Sastra-sastra agama yang memuat ajaran
pengendalian diri bila mau dipelajari, di dalam dan diamalkan dapat
menghantarkan orang yang bersangkutan melaksanakan tapa. Dalam kesempurnaan
“tapa” kita dapat merasakan Tuhan beserta manifestasinya itu ada, mensyukuri
anugrah-Nya, merasakan hidup ini indah dan hidup ini damai.
Demikianlah
manfaat ajaran pengendalian diri (tapa) itu, guna terciptanya sifatsifat
yang mulia dan
bijaksana (kedewasaan) dan terkendali sifat-sifat egois atau
angkuh
(keraksasaan).
2. Yajna
Yang dimaksud dengan yajna adalah suatu pemujaan dan persembahan yang
dilaksanakan
oleh umat Hindu ke hadapan Sang Hyang Widhi/Tuhan beserta
manifestasinya
yang dilandasi dengan rasa bhakti dan ketulusan hati. Secara umum umat Hindu
melaksanakan lima jenis yajna. Berikut ini adalah bagian-bagian yajña:
a. Dewa Yajña
yaitu persembahan ke hadapan Sang Hyang Widhi
b. Resi Yajña
adalah persembahan kepada para rsi
c. Manusa Yajña
adalah persembahan terhadap sesama manusia.
d. Pitra Yajña
adalah persembahan kepada leluhur.
e. Bhuta Yajña
adalah persembahan kepada para bhuta.
Pelaksanaan
Yajña ini biasanya disesuaikan dengan tempat (desa), waktu (laka)
dan keadaan
(patra). Di bawah ini pelaksanaan “yajña” menurut waktunya.
a. Setiap hari,
yang juga disebut “Nitya Kama”, yaitu pelaksanaan Yajña yang
dilaksanakan
setiap hari antara lain seperti berikut ini.
1) Melaksanakan
Tri Sandhya yaitu menghubungkan diri ke hadapan Sang Hyang
Widhi/Tuhan Yang
Maha Esa, tiga kali sehari (pagi, siang dan sore) hari.
2)
Mempersembahkan banten saiban yaitu menyampaikan rasa bersyukur ke Sang
Hyang Widhi/
Tuhan Yang Maha Esa, setiap habis masak di dapur. Kebiasaan
seperti ini
perlu dilestarikan untuk menumbuhkembangkan rasa bersyukur umat
manusia ke
hadapan Sang Hyang Widhi. Orang yang baik adalah orang yang makan-makanan yang
telah dipersembahkan ke hadapan-Nya.
b. Pada
hari-hari tertentu atau waktu-waktu tertentu juga disebut “Naimitika Karma”.
Selain yajna itu
dapat dipersembahkan setiap hari seperti tersebut di atas, juga
dapat
dilaksanakan pada hari-hari atau waktu-waktu tertentu. Pelaksanaan yajna yang
berhubungan
dengan waktu-waktu tertentu, seperti yajna yang berhubungan dengan
hari raya nyepi
: Saraswati, Pagerwesi, Ciwaratri, Nyepi dan yang lainnya.
Pada hari-hari
tersebut di atas pemujaan ke hadapan Tuhan/Sang Hyang Widhi dilaksanakan secara
khusus. Sedangkan menurut tingkatannya yajña itu dapat dilaksanakan melalui
tingkatan nistan (nista), tingkatan madya dan tingkatan utama. Dari tiga
tingkatan pelaksanaan yajña, dapat kita kelompokkan lagi masing-masing menjadi
tiga tingkatan lagi seperti berikut ini:
a) Tingkatan
nistaning-nista.
b) Tingkatan
nistaning-madya.
c) Tingkatan
nistaning-utama.
d) Tingkatan
madhayaning-nista.
e) Tingkatan
madhayaning-madya.
f) Tingakatan
madhayaning-utama.
g) Tingkatan utamaning-nista.
h) Tingkatan
utamaming-madya.
i) Tingkatan
utamaning-utama.
Keutamaan dari
yajña itu adalah sama, sedangkan tingkatan-tingkatannya itu
bertujuan untuk
memberikan gambaran dari kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
yang
melaksanakan yajña (Sang Yajñamana).
Yajña yang
dipersembahkan umat Hindu ke hadapan Sang Hyang Widhi
menggunakan
beberapa sarana yang ditata dan disusun sedemikian rupa, dalam
wujud sesajen
atau banten. Sesajen dan banten merupakan sarana pelengkap dari
pelaksanaan
suatu yajña ke hadapan-Nya. Sarana pokok dalam beryana terdiri atas; daun,
bunga, buah, dan air serta yang utama kesucian hati yang mempersembahkannya.
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan yajna itu adalah sebagaimana berikut:
1) Sebagai
pernyataan rasa bersyukur dan terima kasih ke hadapan Sang Hyang Widhi.
2) Sebagai
pernyataan permohonan anugrah-Nya.
3) Sebagai
ungkapan permohonan ampun atas segala kelalaian yang dilakukan.
4) Sebagai
penghormatan kesucian diri, guna dapat mencapai kerahayuan,
kesejahteraan dan kebahagiaan atas karunia-Nya.
Demikianlah
manfaat “yajna” dalam pelaksanaan ajaran Prawrtti Marga, bila kita
dapat
melaksanakan dengan kesungguhan hati akan dapat menikmati hasil atau phala
yang dijadikan
tujuan.
3. Kirti
Kirti adalah
suatu usaha, kerja ( karma) dan pengabdian yang dilaksanakan oleh
umat Hindu untuk
menghubungkan diri ke hadapan Sang Hyang Widhi beserta
manifestasinya.
Kirti adalah wujud kerja umat Hindu dalam rangka melaksanakan
swadharmanya,
baik dharma negara maupun dharma agama.
Wujud kirti umat
Hindu dalam hubungannya dengan dharma agama, dapat
dilaksanakan
melalui hal-hal berikut:
a. Membangun dan
memelihara tempat suci (pura)
b. Memberikan
dana punia kepada orang suci atau orang lain yang sangat membutuhkan
c. Membuat dan menyiapkan
sarana upacara (sesajen) dalam rangka pemujaan
d. Melaksanakan
aktifitas/kerja bhakti (ngayah) pada tempat-tempat suci (pura)
e. Dan kegiatan
lain yang berhubungan dengan aktifitas agama.
Semua kegiatan
di atas merupakan beberapa wujud dari “Yasa Kirti” umat Hindu
yang berhubungan
dengan pelaksanaan dharma agama.
Kemudian dalam
hubungannya dengan pelaksanaan dharma negara, “Yasa Kirti”
umat Hindu dapat
diwujudkan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Turut
berperan aktif dalam mensukseskan berbagai program pembangunan yang
dicanangkan oleh
pemerintah.
b. Berupaya
mewujudkan pembangunan fisik di berbagai sektor seperti bidang
pendidikan,
agama, sosial, kebudayaan, perekonomian, pertahanan, dan bidang-bidang
lainnya.
Dalam mewujudkan
“Yasa Kirti” tersebut, hendaknya pelaksanaan selalu dilandasi
dengan dharma
dan kebajikan. Terciptanya suasana kebersamaan, kekeluargaan,
semangat gotong
royong, mantapnya pertahanan nasional, dan stabilitas nasional
yang tangguh
adalah wujud nyata dari dharma negara umat Hindu.
Demikianlah
wujud “Yasa Kirti” umat Hindu dengan hubungannya dengan
dharma negara
dan dharma agama. Semuanya terjadi karena adanya kesadaran umat
Hindu untuk
membangun dan berkarya, guna mewujudkan kesejahteraan jasmani dan
kebahagiaan
rohani. Kesemuanya ini merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan
tujuan agama
(Moksatham jagadhita ya ca iti dharma) dan tujuan penbangunan
bangsa Indonesia
( masyarakat adil dan makmur).